Search

Here, There, & Everywhere

my travel notes

Tag

Samosir

Menelusuri Jejak Peradaban Batak di Ambarita

Hutta Siallagan
Huta Siallagan

Selesai belanja kami buru-buru berangkat ke Ambarita. Untuk menuju Ambarita kami kembali ke jalan yang tadi kami lalui dari Tuk Tuk. Di pertigaan terus saja ambil jalan lurus, kalo ke Tuk Tuk belok kanan. Obyek wisata yang terdapat di Desa Ambarita adalah Batu Kursi Persidangan Raja Siallagan yang berlokasi di kampung / Huta Siallagan. Luas Huta Siallagan diperkirakan 2.400 m2. Huta ini dikelilingi dengan tembok batu alam berketinggian 1,5–2 meter yang disusun dengan rapi. Pada masa lampau tembok dengan tanaman bambu ini berfungsi untuk menjaga huta dari gangguan binatang buas maupun penjahat.

Gerbang masuk Huta Siallagan
Gerbang masuk Huta Siallagan
Tempat Pemasungan
Tempat Pemasungan

Begitu memasuki gerbang huta akan terlihat delapan rumah adat Batak yang berderet dan halaman yang luas. Rumah-rumah adat ini memiliki fungsi yang berbeda, ada yang berfungsi sebagai rumah raja dan keluarga, dan ada juga yang berfungsi sebagai tempat pemasungan. Rumah yang berfungsi sebagai tempat pemasungan bagian bawahnya sedikit berbeda dari bentuk rumah adat lainnya. Terdapat ruang cukup luas yang dikelilingi balok-balok kayu. Bagian bawah rumah ini menjadi tempat pemasungan.

Salah satu rumah adat ini sekarang digunakan sebagai museum yang dapat kita masuki. Di dalamnya terdapat tungku untuk memasak, perlengkapan dapur, alat tenun, alat musik, dan beberapa koleksi ulos. Ulos yang dipajang disini adalah souvenir yang dijual pada wisatawan. Saya membeli satu selendang ulos warna merah untuk dijadikan taplak meja seharga Rp50 ribu.

Alat tenun
Alat tenun

Di tengah halaman terdapat sebuah pohon besar yang menghijau. Inilah yang disebut pohon kebenaran. Di bawah pohon inilah terdapat tatanan kursi dari batu yang melingkar yang disebut Batu Kursi Persidangan, tempat untuk mengadili para pelaku kejahatan dan pelanggar hukum adat. Ada dua lokasi Batu Persidangan, yang pertama adalah di bawah pohon besar tadi yang merupakan tempat rapat untuk menentukan orang  yang diadili benar-benar bersalah atau tidak. Yang kedua letaknya di belakang perkampungan, merupakan tempat untuk mengeksekusi orang yang terbukti bersalah dengan hukuman pancung.

Batu Kursi Persidangan
Batu Kursi Persidangan
tempat eksekusi hukuman pancung
tempat eksekusi hukuman pancung

Karena hari menjelang malam kami segera kembali ke hotel kami di Tuk Tuk. Malamnya hujan turun deras sekali, tapi karena lapar kami nekat berjalan keluar mencari rumah makan terdekat. Tidak sulit mencari makan disini, jalan sedikit saja kami sudah menemukan rumah makan. Dan yang menggembirakan ternyata rumah makan ini menjual ikan mas arsik, kuliner yang dicari-cari Aya. Akhirnya kesampaian deh makan kuliner khas Toba ini.

Besoknya kami bangun pagi dan segera check out dari hotel karena kami berencana naik ferry yang paling pagi menuju Parapat. Untuk naik ferry kami tinggal mencegat ferry yang lewat di dermaga hotel. Hihihi.. lucu juga ya, berasa naik angkot aja, nyegat di pinggir jalan. Sambil menunggu ferry datang kami berfoto-foto dulu di pinggir danau. Seandainya punya waktu lebih banyak disini pasti menyenangkan karena pemandangannya sangat indah dan suasananya tenang. Pengen males-malesan dulu di pinggir danau….

So peacefull
So peacefull
DSC_0094
Indah dan tenang

Toeet… toeett…..

Ferry-nya merapat untuk menjemput kami
Ferry-nya merapat untuk menjemput kami

Eh itu ferry-nya lewat… Kami pun berdiri sambil melambai-lambaikan tangan memanggil ferry agar merapat ke dermaga hotel kami. Lagi-lagi kami memilih duduk di atas supaya puas menikmati pemandangan Danau Toba. Setelah sampai di Parapat kami langsung menuju kantor Bagus Travel. Kami kembali ke Medan menggunakan Bagus Travel lagi, tapi kali ini bersama penumpang-penumpang lainnya dengan tarif Rp75 ribu per orang.

Bye…bye…. Samosir. See you next time ^_^

Bye...bye... Samosir
Bye…bye… Samosir

 

Menari bersama Patung Sigale-gale di Tomok

Tomok
Tomok

Tomok adalah desa wisata yang cukup lengkap, disana ada Museum Batak, Makam Raja Sidabutar, Rumah Adat dan Patung Sigale-gale. Sebelum memulai wisata kami cari makan siang dulu. Aya ingin mencoba kuliner khas Toba yaitu ikan mas arsik, tapi susah juga nyarinya. Akhirnya kami makan di rumah makan jawa yang terletak di dekat pasar Tomok.

Museum Batak
Museum Batak
Koleksi peninggalan masa lalu di dalam Museum Batak
Koleksi peninggalan masa lalu di dalam Museum Batak

Obyek wisata yang pertama kami kunjungi adalah Museum Batak. Museum ini berbentuk rumah adat Batak dengan ornamen warna merah, warna hitam, dan warna putih yang menghiasi bagian atasnya, seperti halnya warna yang terdapat pada bangunan-bangunan khas Batak lainnya. Warna-warna tersebut diyakini memiliki filosofis tersendiri bagi masyarakat Batak dan bermakna sakral. Di dalam museum ini terdapat berbagai benda peninggalan sejarah Batak yang mengandung nilai historis tinggi. Beberapa diantaranya adalah senjata, peralatan pertanian tradisional, perlengkapan dapur, uang kuno, alat musik, kain ulos, ukiran kayu dan patung Sigale-gale. Disini juga terdapat persewaan ulos untuk berfoto dengan biaya Rp10 ribu per orang.

Pake baju adat Batak Toba
Pake baju adat Batak Toba

Obyek wisata kedua adalah Makam Raja Sidabutar. Sebelum masuk ke area makam, kami dipinjami ulos untuk kami kenakan selama di dalam area makam. Memakai ulos ini adalah pertanda kesopanan bahwa wisatawan menghormati tradisi Batak. Menurut catatan sejarah, Raja Sidabutar adalah orang pertama yang bermukim di Tomok dari Gunung Pusuk Buhit, yang dikenal oleh masyarakat sebagai daerah asalnya nenek moyang etnis Batak. Raja Sidabutar mulai membangun pemukiman di daerah ini sekitar ratusan tahun yang lalu dan seiring dengan berjalannya waktu pemukiman di daerah Tomok ini pun semakin luas dengan perkembangan generasi-generasinya. Makam Raja Sidabutar bentuknya cukup unik dengan peti yang terbuat dari batu pahatan berupa sarkofagus. Di bagian depan peti terdapat pahatan wajah Raja Sidabutar, pahatan tersebut tampak menyambung dengan peti batu. Di atas peti terdapat pita berwarna hitam, merah, dan putih. Di sebelah makam Raja Sidabutar juga terdapat makam dari beberapa orang keluarga Raja Sidabutar, seperti Raja Tomok kedua yang bentuk petinya hampir menyerupai peti batu Raja Sidabutar, hanya saja ornamennya sedikit berbeda. Dan kemudian terdapat makam Raja Tomok ketiga yang bernama Solompoan Sidabutar, yang letaknya persis di sebelah makam Raja Sidabutar. Namun uniknya, makam Solompoan Sidabutar ini berbeda dengan makam-makam lainnya yang memiliki ornamen berupa pahatan wajah, sebab di salah satu bagian peti dari Solompoan Sidabutar terdapat ornamen berbentuk salib yang diyakini masyarakat sekitar bahwa Solompoan Sidabutar telah memeluk agama Kristen.

Makam Raja Sidabutar
Makam Raja Sidabutar

Obyek wisata ketiga yang kami kunjungi di Tomok adalah obyek wisata budaya Sigale-gale. Disini terdapat empat rumah adat Batak yang berderet dan sebuah Patung Sigale-gale di depannya. Disini kita bisa menyaksikan pertunjukan tarian Sigale-gale dengan membayar Rp80 ribu sekali show, kami pun membayarnya untuk melihat tarian itu (masa udah jauh-jauh kesini ga nonton tariannya, rugi dong…). Patung Sigale-gale ini menari dengan digerakkan tali-tali yang terletak dibelakangnya oleh seorang dalang. Selain melihat Sigale-gale menari, kami pun diajak untuk ikut menari bersama Sigale-gale. Ibu pemilik pertunjukan ini yang mengajari kami menari tarian khas Batak diiringi musik khas Batak. Gerakannya cukup sederhana dan mudah untuk ditirukan. Cihuuuyyy senangnya…..

Patung Sigale-gale yang bisa menari
Patung Sigale-gale yang bisa menari

Setelah selesai menari dengan Sigale-gale sekarang tiba saatnya belanjaaaa. Di sepanjang jalan yang menghubungkan ketiga obyek wisata itu berderet kios-kios yang menjual souvenir khas Batak, kebanyakan yang dijual adalah kain ulos. Disini saya membeli kain ulos panjang berwarna merah dengan hiasan sulaman warna-warni yang rencananya akan saya pigura untuk dijadikan hiasan dinding. Selain itu saya juga membeli kain ulos untuk dijahit menjadi pakaian, warnanya merah juga.

Dari Tuk Tuk kalo ke kiri menuju Tomok, kalo ke kanan menuju Ambarita
Dari Tuk Tuk kalo ke kiri menuju Tomok, kalo ke kanan menuju Ambarita

Menyeberangi Danau Toba menuju Pulau Samosir

Tabo Cottages
Tabo Cottages, Tuk Tuk

Sebenernya ini cerita lama, saya travelling ke Danau Toba bulan November tahun lalu, tapi baru sempat nulis sekarang (sok sibuk bgt siiih). Saya dan seorang sahabat yang bernama Aya berkesempatan untuk mengikuti diklat di Medan bulan November tahun lalu. Wuuiihh senangnya bukan kepalang, karena diklat ke Medan itu jarang-jarang bisa diperoleh secara Balai Diklatnya tidak mencakup wilayah kantor saya yang di Jawa Timur. Diklat berlangsung selama tiga hari mulai hari Rabu sampai dengan Jumat, kemudian pada saat weekend kami jadwalkan untuk berwisata ke Danau Toba.

Hari Sabtu pagi kami berangkat dengan menyewa mobil travel ke Parapat. Sebelumnya kami sempat bingung mau naik apa karena waktu yang terbatas disana. Kami harus berangkat sabtu pagi-pagi sekali karena minggu pagi kami harus segera kembali ke Medan. Tidak ada mobil travel yang berangkat pagi-pagi sekali. Paling pagi sekitar jam 8 atau 9. Wah bisa kesorean sampe Samosir nantinya karena perjalanan dari Medan ke Parapat menghabiskan waktu sekitar lima jam. Akhirnya kami memutuskan untuk menyewa travel saja secara pribadi dengan menggunakan jasa Bagus Travel (no telpnya 061-91141010 dan 081361218903). Mobil travel mau berangkat dengan penumpang minimal empat orang. Oleh karena itu kami berdua membayar harga empat orang jadi total Rp300 ribu (per orang @ Rp75 ribu).

Mampir beli Roti Ganda dulu
Mampir beli Roti Ganda dulu

Kami berangkat pukul 5.30 pagi dari Medan ke Parapat. Setelah hampir tiga jam perjalanan kami mampir dulu di Pematang Siantar untuk mencicipi kuliner yang sangat terkenal disini yaitu Roti Ganda. Toko Roti Ganda terletak di Jl. Sutomo No. 89 Pematang Siantar. Roti Ganda ada yang berukuran besar dan kecil. Untuk isi rotinya ada dua macam yaitu selai dan meises. Selai Ganda ini juga sangat terkenal, sampai-sampai beberapa teman kantor menitip untuk dibelikan (hhmmm… berat-beratin aja ya…). Harga selai yang ukuran kecil adalah Rp21 ribu, sedangkan yang besar adalah Rp42 ribu. Selain membeli selai, disana kami juga membeli dua roti ukuran kecil untuk dimakan di jalan. Satu isi selai dan satu isi meises, harganya Rp2.500 per bijinya. Hhhmm enak….

Roti Ganda yang diisi selai dan meises
Roti Ganda yang diisi selai dan meises

Tidak lama kemudian kami sampai di Parapat dan langsung menuju Pelabuhan Tigaraja untuk naik ferry ke Pulau Samosir, tepatnya di Tuk Tuk. Ada dua pelabuhan ferry menuju Pulau Samosir. Jika tujuan kita adalah Tomok maka kita harus menyeberang melalui Pelabuhan Ajibata. Tapi jika tujuannya ke Tuk Tuk seperti kami maka menyeberangnya melalui Pelabuhan Tigaraja. Kami memilih untuk menginap di Tuk Tuk karena menurut referensi yang saya baca disana pemandangannya indah dan suasananya tenang. Hotel tempat kami bermalam bernama Tabo Cottages. Ferry menuju Tuk Tuk beroperasi tiap satu jam mulai pukul 08.30 s.d. 19.00. Karena kami sampai di pelabuhan hampir pukul 11 siang, oleh karena itu kami harus menunggu ferry yang berangkat pukul 11.30. Tarif ferry ini adalah Rp10 ribu per orang. Kami memilih duduk di bagian atas kapal selama perjalanan agar bisa menikmati pemandangan dan puas berfoto-foto.

Naik ferry menuju Tuk Tuk
Naik ferry menuju Tuk Tuk
Dermaga Tabo Cottages dilihat dari danau
Dermaga Tabo Cottages dilihat dari danau

Di Tuk Tuk banyak terdapat hotel yang masing-masing memiliki dermaga di danau. Jadi kapal ferry mengantar penumpang ke masing-masing dermaga hotel tersebut. Kita tinggal bilang saja mau menginap di hotel mana. Sesampainya di Tabo kami langsung menuju resepsionis dan mencari persewaan motor. Harga kamar yang kami tempati di Tabo sekitar Rp300 ribuan (saya udah lupa harga persisnya). Setelah menaruh barang di kamar kami langsung cap cuss ke Tomok.

Cottages-cottages di Tabo
Cottages-cottages di Tabo
Kamar kami di Tabo Cottages
Kamar kami di Tabo Cottages
Kamar mandinya
Kamar mandinya

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑

Nicoline's Journal

by Nicoline Patricia Malina

Alid Abdul

Travel till you die!

Harival Zayuka

Welcome to Harival Zayuka's Official Website

My Sanctuary

my travel notes

Claraberkelana.com

Travel Stories

The Naked Traveler

Journey Redefined

The Traveling Cow

my travel notes